Sejarah Maluku
Maluku merupakan salah satu propinsi tertua dalam sejarah
Indonesia merdeka, dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki
keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Secara
historis kepulauan Maluku terdiri dari kerajaan-kerajaan Islam yang
menguasai pulau-pulau tersebut. Oleh karena itu, diberi nama Maluku yang
berasal dari kata Al Mulk yang berarti Tanah Raja-Raja. Daerah ini
dinyatakan sebagai propinsi bersama tujuh daerah lainnya ? Kalimantan,
Sunda Kecil, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera ? hanya
dua hari setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945. Namun secara resmi pembentukan Maluku sebagai
propinsi daerah tingkat I RI baru terjadi 12 tahun kemudian, berdasarkan
Undang Undang Darurat Nomor 22 tahun 1957 yang kemudian diganti dengan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 1958.
Lintasan Sejarah
Seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, Kepulauan Maluku memiliki
perjalanan sejarah yang panjang dan tidak dapat dilepaskan dari sejarah
Indonesia secara keseluruhan. Kawasan kepulauan yang kaya dengan
rempah-rempah ini sudah dikenal di dunia internasional sejak dahulu
kala. Pada awal abad ke-7 pelaut-pelaut dari daratan Cina, khususnya
pada zaman Dinasti Tang, kerap mengunjungi Maluku untuk mencari
rempah-rempah. Namun mereka sengaja merahasiakannya untuk mencegah
datangnya bangsa-bangsa lain kedaerah ini.
Pada abad ke-9 pedagang Arab berhasil menemukan Maluku setelah
mengarungi Samudra Hindia. Para pedagang ini kemudian menguasai pasar
Eropa melalui kota-kota pelabuhan seperti Konstatinopel. Abad ke-14
adalah merupakan masa perdagangan rempah-rempah Timur Tengah yang
membawa agama Islam masuk ke Kepulauan Maluku melalui
pelabuhan-pelabuhan Aceh, Malaka, dan Gresik, antara 1300 sampai 1400.
Pada abad ke-12 wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi Kepulauan
Maluku. Pada awal abad ke-14 Kerajaan Majapahit menguasai seluruh
wilayah laut Asia Tenggara. Pada waktu itu para pedagang dari Jawa
memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Dimasa Dinas Ming (1368 ? 1643) rempah-rempah dari Maluku
diperkenalkan dalam berbagai karya seni dan sejarah. Dalam sebuah
lukisan karya W.P. Groeneveldt yang berjudul Gunung Dupa, Maluku
digambarkan sebagai wilayah bergunung-gunung yang hijau dan dipenuhi
pohon cengkih ? sebuah oase ditengah laut sebelah tenggara. Marco Polo
juga menggambarkan perdagangan cengkih di Maluku dalam kunjungannya di
Sumatra.
Era Portugis
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada
tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah
pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan
Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan
penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di
pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli,
begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan
dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis
menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon
14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada
tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di
Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama.
Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan
dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis
harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Era Belanda
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda
untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil
memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven
van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula
benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak
saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku.
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada
tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di
Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional
VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama
hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir
pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang
Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
Pada permulaan tahun 1800 Inggris mulai menyerang dan menguasai
wilayah-wilayah kekuasaan Belanda seperti di Ternate dan Banda. Dan,
pada tahun 1810 Inggris menguasai Maluku dengan menempatkan seorang
resimen jendral bernama Bryant Martin. Namun sesuai konvensi London
tahun 1814 yang memutuskan Inggris harus menyerahkan kembali seluruh
jajahan Belanda kepada pemerintah Belanda, maka mulai tahun 1817 Belanda
mengatur kembali kekuasaannya di Maluku.
Pahlawan
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat
tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik,
ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat
Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Thomas
Matulessy yang diberi gelar Kapitan Pattimura, seorang bekas sersan
mayor tentara Inggris.
Pada tanggal 15 Mei 1817 serangan dilancarkan terhadap benteng Belanda
''Duurstede'' di pulau Saparua. Residen van den Berg terbunuh. Pattimura
dalam perlawanan ini dibantu oleh teman-temannya ; Philip Latumahina,
Anthony Ribok, dan Said Perintah.
Berita kemenangan pertama ini membangkitkan semangat perlawanan rakyat
di seluruh Maluku. Paulus Tiahahu dan putrinya Christina Martha Tiahahu
berjuang di Pulau Nusalaut, dan Kapitan Ulupaha di Ambon.
Tetapi Perlawanan rakyat ini akhirnya dengan penuh tipu muslihat dan
kelicikan dapat ditumpas kekuasaan Belanda. Pattimura dan teman-temannya
pada tanggal 16 Desember 1817 dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan,
di Fort Niew Victoria, Ambon. Sedangkan Christina Martha Tiahahu
meninggal di atas kapal dalam pelayaran pembuangannya ke pulau Jawa dan
jasadnya dilepaskan ke laut Banda.
Era Perang Dunia Ke Dua
Pecahnya Perang Pasifik tanggal 7 Desember 1941 sebagai bagian dari
Perang Dunia II mencatat era baru dalam sejarah penjajahan di Indonesia.
Gubernur Jendral Belanda A.W.L. Tjarda van Starkenborgh , melalui
radio, menyatakan bahwa pemerintah Hindia Belanda dalam keadaan perang
dengan Jepang.
Tentara Jepang tidak banyak kesulitan merebut kepulauan di Indonesia. Di
Kepulauan Maluku, pasukan Jepang masuk dari utara melalui pulau Morotai
dan dari timur melalui pulau Misool. Dalam waktu singkat seluruh
Kepulauan Maluku dapat dikuasai Jepang. Perlu dicatat bahwa dalam Perang
Dunia II, tentara Australia sempat bertempur melawan tentara Jepang di
desa Tawiri. Dan, untuk memperingatinya dibangun monumen Australia di
desa Tawiri (tidak jauh dari Bandara Pattimura).
Dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Maluku
dinyatakan sebagai salah satu propinsi Republik Indonesia. Namun
pembentukan dan kedudukan Propinsi Maluku saat itu terpaksa dilakukan di
Jakarta, sebab segera setelah Jepang menyerah, Belanda (NICA) langsung
memasuki Maluku dan menghidupkan kembali sistem pemerintahan colonial di
Maluku. Belanda terus berusaha menguasai daerah yang kaya dengan
rempah-rempahnya ini ? bahkan hingga setelah keluarnya pengakuan
kedaulatan pada tahun 1949 dengan mensponsori terbentuknya Republik
Maluku Selatan? (RMS).